Pengelola Kantongi Izin Prinsip

Deretan gedung perkantoran dan apartemen terlihat di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (6/4).

Deretan gedung perkantoran dan apartemen terlihat di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (6/4).

 

JAKARTA— PT Danayasa Arthatama Tbk., pengelola calon gedung tertinggi Se-Asia Tenggara, Signature Tower Jakarta, menerima izin prinsip pembangunan setelah pengajuan permohonan pelampauan koefisien lantai bangunannya disetujui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengatakan permohonan PT Danayasa Arthatama Tbk., telah disetujui oleh peserta rapat Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) DKI Jakarta.

PT Danayasa Arthatama Tbk. mengajukan pelampauan koefisien lantai bangunan (KLB) untuk salah satu gedung mereka di kawasan Sudirman Central Business District atau SCBD.

“Dengan berbagai pertimbangan, kami setujui izin prinsip pembangunan gedung setinggi 111 lantai. Jika selesai, gedung ini bukan hanya menjadi bangunan tertinggi se-Jakarta, melainkan se-Asia Tenggara,” ujarnya seusai rapat BKPRD DKI, Jumat (7/4).

Berdasarkan data yang ada, gedung pencakar langit tertinggi di Ibu Kota saat ini adalah Cemindo Tower. Bangunan yang terletak di Jl HR. Rasuna Said, Jakarta Selatan itu menjulang hingga 288,6 meter. Sementara itu, peringkat satu gedung tertinggi se-Asia Tenggara masih milik Menara Kembar Petronas (Malaysia) yang tingginya mencapai 452 meter dengan 88 lantai. Kemudian ada Menara Telekom Towers (Malaysia) yang tingginya 310 meter dengan 55 lantai.

Mengacu pada situs signature-tower.com, bangunan tersebut rencananya akan dibangun di atas gedung Pacific Place. Gedung setinggi 638 meter dan 111 lantai tersebut akan mengusung konsep mix use dan terintegrasi dengan bangunan lain di sekitarnya.

Bukan itu saja, desain Signature Tower Jakarta juga merepresentasikan semangat nasionalisme Indonesia, yaitu hari kemerdekaan 17 Agustus 1945. Simbol-simbol tersebut akan dituangkan ke lampu-lampu yang ada di puncak gedung.

Soni, sapaan akrab Sumarsono, menuturkan alasan utama pemerintah melenggangkan pembangunan gedung pencakar langit tersebut bukanlah soal desain atau tampilan semata. Pertimbangan utamanya justru pada lokasi Signature Tower Jakarta yang terletak di salah satu kawasan komersial tersibuk di Ibu Kota.

“Daerah SCBD ini kan pusat bisnis dan perkantoran, pasti ada kebutuhan untuk pengembangan kawasan. Apalagi daerah situ sudah dilewati proyek mass rapid transit . Kemungkinan nanti juga akan ada LRT ,” jelasnya.

Meski sudah mendapat “lampu hijau” dari pemerintah, dia mengatakan proses pembangunan konstruksi gedung tersebut belum bisa dilaksanakan pada tahun ini. Pasalnya, satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait dan PT Danayasa Arthatama Tbk. harus melakukan kesepakatan dengan pihak-pihak di sekitar kawasan SCBD, misalnya Polda Metro Jaya, Bursa Efek Indonesia, dan pengelola gedung lainnya.

RANCANG BANGUN

Koordinasi tersebut merupakan bentuk sosialisasi sekaligus meminimalisasi hambatan saat penyusunan panduan rancang bangun kota atau urban design guidelines (UDGL).

“Penyusunan UDGL paling cepat diselesaikan dalam waktu enam bulan, asalkan sudah ada kesepakatan dari pihak-pihak terkait. Kami berharap proses administrasi perizinan selesai tahun ini sehingga mereka bisa mulai konstruksi tahun depan,” tegasnya.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta Edy Junaedi mengatakan dasar hukum pembangunan Signature Tower Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No 251/2015 tentang Perubahan Atas Pergub No 175/2015 tentang Pengenaan Kompensasi Terhadap Pelampauan Nilai Koefisien Lantai Bangunan (KLB).  “PT Danayasa Arthatama Tbk. mengajukan pelampauan KLB dari 5,7 menjadi 7,2,” kata Edy.

Mengacu pada Pergub No 251/2015, lokasi kawasan yang dimungkinkan untuk pelampauan KLB dengan kompensasi meliputi indeks O,6 hingga 1,8 dengan lokasi di kawasan Tanjung Priok, Senen, Harmoni, Jatinegara, Kemayoran, Blok M, MRT Fatmawati, MRT Lebak Bulus, Tanah Abang, serta Segitiga Emas Setiabudi.

Adapun, lokasi Signature Tower Jakarta, yang terletak di SCBD, masuk dalam kawasan transit oriented development (TOD) Sudirman—Thamrin dengan indeks KLB 1,2.

Pemprov DKI melalui akan menghitung besaran kompensasi yang harus dibayar oleh PT Danayasa Arthatama, Tbk. Pasal 8 ayat 1 beleid tersebut menyebutkan kompensasi pelampauan KLB didapat dari indeks dikali luas lantai bangunan yang dilampaui (m2) dibagi KLB dasar, lalu dikali nilai jual objek pajak (NJOP).

“Saya belum tahu berapa besaran kompensasi yang harus dibayar karena perhitungan akan dilakukan oleh Dinas Cipta Karya DKI. Sebagai gambaran saja, NJOP di kawasan SCBD saat ini mungkin berkisar Rp70 juta/m2,” paparnya.

Oleh: Feni Freycinetia & Anita W. Puspa – Senin, 10/04/2017 09:14 WIB

Editor : Gita Arwana Cakti

Source: http://koran.bisnis.com/read/20170410/436/644038/pengelola-kantongi-izin-prinsip-

Published : Apr 2017 Category : line News From Media
standardPostTransition
Perhaps the network unstable, please click refresh page.